Senin,
9 September 2019
KOLOSE
1:24-2:3
MAZMUR
62:6-7,9
LUKAS
6:6-11
Lukas
6:9-10
Yesus
berkata kepada mereka: "Aku bertanya kepada kamu: Manakah yang
diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan
nyawa orang atau membinasakannya?" Sesudah itu Ia memandang keliling
kepada mereka semua, lalu berkata kepada orang sakit itu: "Ulurkanlah
tanganmu!" Orang itu berbuat demikian dan sembuhlah tangannya.
Kita
sudah bahas sebelumnya bahwa orang Farisi gagal menyelami makna sesungguhnya
ditetapkan hari Sabat oleh Allah melalui Musa ketika Bangsa Israel berada di
padang gurun.
Kali
ini mereka mempermasalahkan Yesus menyembuhkan seorang yang mati tangan
kanannya di hari Sabat.
Mereka
orang Farisi mencari kesalahan Yesus agar dapat didakwa dan dihukum mati sesuai
peraturan berlaku bagi yang melanggar ketentuan hari Sabat.
Keluaran
31:14
Haruslah
kamu pelihara hari Sabat, sebab itulah hari kudus bagimu; siapa yang
melanggar kekudusan hari Sabat itu, pastilah ia dihukum mati, sebab setiap
orang yang melakukan pekerjaan pada hari itu, orang itu harus dilenyapkan dari
antara bangsanya.
Di
jaman sekarang ini masih banyak yang bersikap seperti orang Farisi.
Bila
tidak suka kepada seseorang maka direkayasa sampai orang tersebut bisa dihukum
bahkan bila perlu dibunuh saja.
Orang
Farisi, ahli Taurat paling sering jadi pendakwa terhadap Yesus dengan pakai
hukum Taurat sebagai dasar mendakwa.
Bagaimana
dengan kita?
Apakah
kita memakai ayat Firman Tuhan dan hukum Gereja untuk mendakwa orang
lain?
Masih
ingat kisah seorang perempuan yang didakwa akan dirajam karena zinah karena
melanggar hukum Taurat dan Yesus membela perempuan tersebut.
Yohanes
8:7
Ketika
mereka terus-menerus bertanya kepadaNya, Yesus bangkit berdiri lalu berkata
kepada mereka: "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia
yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu."
Kita
diingatkan bahwa peraturan dibuat untuk mengatur segala sesuatu menjadi teratur
dengan tujuan untuk kebaikan.
Masalahnya
standar kebaikan seperti apa yang dimaksud dan sering diperdebatkan bahkan
sering dimanipulasi untuk tujuan kepentingan masing-masing.
Konflik
kepentingan pribadi/kelompok sering terjadi hingga menjurus pertikaian dan
pertumpahan darah.
Bukankah
berarti melanggar peraturan dengan membunuh orang lain dari pihak yang konflik
yang saling mengklaim kebenaran di pihaknya ketika membela diri suatu perkara
yang dituduh telah melanggar peraturan.
Satu
pelanggaran belum diselesaikan malah timbul pelanggaran berikutnya dan merasa
diri sendiri yang benar.
Orang
Farisi, juga ahli Taurat paling jago berdebat dan memperkarakan Yesus dengan
tuduhan melanggar peraturan hukum Taurat, dalam hal ini tentang peraturan yang
melarang orang bekerja atau melakukan aktifitas di hari Sabat.
Kita
pikir diri kita tidak seperti orang Farisi dan ahli Taurat namun coba deh kita
duduk diam sejenak mengintropeksi diri; apakah benar aku tidak bersikap seperti
kelakuannya orang Farisi dan ahli Taurat?
Bukankah
Yesus selalu mengajarkan tentang pengampunan dan kasihilah sesamamu, bahkan
kasihilah musuhmu?
Musuhmu
berarti orang lain yang jadi lawan kita; apalagi bila menyakiti kita.
Orang
lain berbeda pendapat dengan kita juga termasuk kategori musuh kita.
Nah,
bila suatu kali kita berbeda pendapat dengan seseorang yang berkepanjangan
hingga membuat kita kesal, ato sakit hati karena menurut kacamata kita, orang
itu telah mempermalukan, merugikan kita maka akhirnya orang tersebut menjadi
musuh kita.
Taroh
kata orang tersebut bersalah pada diri kita tetapi terus ngeyel tidak akui dia
salah maka jelas dia musuh kita, ya kan lalu apa yang kita lakukan?
Bila
kita bersikap seperti orang Farisi dan ahli Taurat maka pada akhirnya kita akan
tergoda untuk "menghancurkan musuh" kita dengan berbagai cara.
Mungkin
tidak membunuh secara fisik tetapi bisa membunuh dalam bentuk lain yang tidak
perlu diuraikan disini karena kita manusia paling mahir urusan begini.
Semoga
kita memetik pelajaran penting dari perilaku orang Farisi dan ahli Taurat yang
dikritik Yesus supaya kita bersikap bijaksana seperti yang Yesus kehendaki
agar kita berbuat kebaikan walau suatu ketika terpaksa melanggar
peraturan.
Kebaikan
yang dimaksud adalah yang menyelamatkan orang lain dan bukan atas dasar
kepentingan pribadi.
Contohlah
sikap dan perilaku dari orang Samaria yang menolong seseorang yang menderita
akibat dirampok sedangkan seorang imam dan seorang lewi malah tidak menolong
karena terikat pada peraturan kenajisan jika ia menolong.
(baca
Lukas 10:30-37).
Siapa
sih yang tidak pernah berbuat dosa maka bijaksanalah memperlakukan orang lain
yang berbuat dosa dan jangan mudah menilai orang lain menurut pendapat
kita.
Seringkali
kita pikir sudah benar menurut pendapat kita sendiri tetapi hendaklah bersandar
pada kebenaran menurut sudut pandang Tuhan Allah (Amsal 3:5).
Peraturan
harus kita patuhi namun bukan harga mati hanya dari sisi hukum saja tetapi
harus dilihat alasan melanggar peraturan bila tujuannya untuk kebaikan yang
menyelamatkan orang lain.
Salam Kasih,
Surya Darma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan ketik komentar Anda atau mungkin membutuhkan doa dan konseling, ke alamat email saya : surya.pdkk@gmail.com