Sabtu, 27 Februari 2016
Maka bangkitlah ia dan pergi kepada
bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah
hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul
dan mencium dia.
(Lukas 15:20)
Figur seorang bapa/ayah sangat penting
bagi perkembangan anak-anaknya sebab akan mempengaruhi masa depan anak.
Tanpa disadari, apa yang terjadi pada
diri kita saat ini adalah akibat dari masa lalu; bila di masa kecil mengalami
tekanan dalam keluarga yang melukai hati maka di masa dewasa berimbas pada
perilaku orang tersebut.
Biasanya potensi luka batin di dalam
keluarga sangat besar terutama sikap bapa/ayah mempengaruhi mentalitas anak-anak
dan apalagi ditambah faktor lingkungan dan pergaulan tidak baik maka si anak
yang bertumbuh dewasa mengalami perubahan dalam perilaku dan pandangan
hidupnya.
Sekali lagi, hai bapa-bapa/ayah jadilah
teladan baik bagi anak-anakmu supaya mereka mengalami hidup penuh cinta kasih
sehingga saat mereka berkeluarga dapat membahagiakan anak-anaknya dan
istrinya.
Banyak kasus keluarga broken home
disebabkan si ayah/bapa yang bermasalah di masa kecil mengalami luka batin yang
mengakibatkan perilaku dirinya berpotensi melukai orang lain juga dan
keluarganya ketika ia menikah.
Kita sebagai ayah/bapa atau sebagai
orangtua yang memberikan cinta kasih kepada anak-anak, belum tentu pasti
menjamin perilaku anak-anak sesuai dengan yang kita harapkan.
Injil hari ini memberikan contoh
seorang bapa/ayah yang baik hati dan penuh cinta kasih kepada anak-anaknya
tetapi ternyata kedua anaknya bermasalah.
ANAK BUNGSU
Anak bungsu menuntut warisan padahal
bapanya masih hidup.
Lukas 15:11-12
Yesus berkata lagi: "Ada seorang
mempunyai dua anak laki-laki. Kata yang bungsu kepada ayahnya: Bapa, berikanlah
kepadaku bagian harta milik kita yang menjadi hakku. Lalu ayahnya
membagi-bagikan harta kekayaan itu di antara mereka.
setelah mendapatkan warisan, si bungsu
berfoya-foya menghabiskan warisannya sehingga hidupnya menderita.
Lukas 15:13-16
Beberapa hari kemudian anak bungsu itu
menjual seluruh bagiannya itu lalu pergi ke negeri yang jauh. Di sana ia
memboroskan harta miliknya itu dengan hidup berfoya-foya. Setelah dihabiskannya
semuanya, timbullah bencana kelaparan di dalam negeri itu dan iapun mulai
melarat. Lalu ia pergi dan bekerja pada seorang majikan di negeri itu. Orang
itu menyuruhnya ke ladang untuk menjaga babinya. Lalu ia ingin mengisi perutnya
dengan ampas yang menjadi makanan babi itu, tetapi tidak seorangpun yang
memberikannya kepadanya.
ANAk SULUNG
Ia merasa bapanya/ayahnya tidak adil
memperlakukan dirinya dimana ia setiap hari membantu bekerja di ladang, tidak
pernah diadakan pesta buat dirinya sedangkan kepada adiknya yang baru kembali
setelah menghabiskan warisan, ternyata di pestakan oleh bapanya.
Lukas 15:25-28
Anaknya yang sulung berada di ladang
dan ketika ia pulang dan dekat ke rumah, ia mendengar bunyi seruling dan
nyanyian tari-tarian. Lalu ia memanggil salah seorang hamba dan bertanya
kepadanya apa arti semuanya itu. Jawab hamba itu: Adikmu telah kembali dan
ayahmu telah menyembelih anak lembu tambun, karena ia mendapatnya kembali
dengan sehat. Maka marahlah anak sulung itu dan ia tidak mau masuk. Lalu
ayahnya keluar dan berbicara dengan dia.
HINDARI SIKAP ANAK SULUNG
Apa yang terjadi pada anak bungsu dan
anak sulung merupakan cerminan perilaku kita sebagai anak-anak Allah sebelum
kita dewasa rohani; bukan dewasa dalam hal umur kita.
Ada diantara kita yang bersikap seperti
si anak sulung yang menuntut Bapa kita Bapa Surgawi melimpahkan BerkatNya
terutama berkat duit dan harta duniawi; persis seperti anak sulung menuntut
kepada bapanya/ayahnya mengadakan pesta buat dirinya.
Merasa sudah menuruti kehendak Bapa
Surgawi dan menjalani hidup baik-baik maka menuntut balasan diberikan Berkat
yang melimpah melebihi orang lain yang menjalani hidup tidak sesuai kehendak
Bapa Surgawi, apalagi bersikap seperti si anak bungsu yang kurangajar menuntut
warisan selagi ayahnya masih hidup dan cilakanya malah menghabiskan warisan
sehingga hidupnya menderita.
Itu sebabnya Yesus memperingatkan kita
yang sudah melaksanakan tugas dari Tuhan dan sebaiknya berkata :
Lukas 17:10
Demikian jugalah kamu. Apabila kamu
telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu
berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa
yang kami harus lakukan.
Kita seharusnya bersikap rendah hati
dan tidak menuntut Berkat Tuhan atau bahkan iri hati kepada orang lain yang
menurut pandangan kita lebih diberkati dari berkat yang kita terima.
Dalam perumpamaan ini kita bisa lihat
apa jawaban bapanya/ayahnya kepada anaknya sulung yang marah kepadanya.
Lukas 15:31-32
Kata ayahnya kepada anaknya sulung:
Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah
kepunyaanmu. Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan
menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali.
Terlihat si anak sulung iri hati kepada
adiknya si bungsu dan mungkin menurut pendapatnya seharusnya adiknya menerima
hukuman akibat dosanya.
Lukas 15:29-30
Anak sulung menjawab ayahnya, katanya:
Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah
bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk
bersukacita dengan sahabat-sahabatku. Tetapi baru saja datang anak bapa yang
telah memboroskan harta kekayaan bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur, maka
bapa menyembelih anak lembu tambun itu untuk dia.
Bukankah kita juga cenderung bersikap
seperti anak sulung yang menghakimi orang lain yang menjalani hidup jauh dari
Tuhan seharusnya hidup mereka tidak diberkati Tuhan (=tidak dipestakan bapa
kepada si bungsu).
Kita merasa lebih layak dan pantas
terima banyak Berkat dari Bapa Surgawi dibandingkan orang lain sebab merasa
sudah melaksanakan tugas Bapa Surgawi dan merasa sudah taat hidup sesuai
kehendak Bapa Surgawi.
PELAJARAN BERHARGA DARI SIKAP ANAK
BUNGSU
Ketika kita membaca perilaku anak
bungsu, terkesan kurang ajar sekali yach
ayahnya masih hidup tapi nuntut dibagi
warisan; anak mana ada hak menuntur warisan orangtuanya.
Warisan itu adalah pemberian dari
orangtua yang mengasihi anak-anaknya.
Jika orangtua tidak membagikan warisan
maka anak-anak tidak dapat menuntut hak atas warisan orangtuanya
Kisah ini menunjukan si bapa baik hati
yang mau memenuhi keinginan anaknya si bungsu dan membagikan warisan.
Bukankah perilaku kita sebagai
anak-anak Allah juga sama dengan perilaku si anak bungsu dimana kita cenderung
menuntut Allah memberkati kita.
Apa hak kita menuntut kepada
Allah?
Kita ini manusia diciptakan Allah dan mana
ada hak kita menuntut Allah.
Allah berjanji akan memberkati kita
yang diakuiNya sebagai anak-anakNya melalui penebusan Yesus Kristus.
Galatia 4:6-7
Karena kamu adalah anak, maka Allah
telah menyuruh Roh AnakNya ke dalam hati kita, yang berseru: "ya Abba, ya
Bapa!" Jadi kamu bukan lagi hamba, melainkan anak; jikalau kamu anak, maka
kamu juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah.
Tetapi kita tidak ber-hak menuntut
Allah sebab semua yang kita terima dari Allah adalah Anugerah atau pemberian
gratis alias cuma-cuma.
Yesaya 55:1
Ayo, hai semua orang yang haus, marilah
dan minumlah air, dan hai orang yang tidak mempunyai uang, marilah! Terimalah
gandum tanpa uang pembeli dan makanlah, juga anggur dan susu tanpa
bayaran!
Disamping sikap kurangajar anak bungsu
menuntut warisan dan menghabiskannya dengan berfoya-goya tetapi ia sudah
menanggung akibat dari perbuatan salahnya dan dosanya dimana ia hidup
menderita.
Ada sikap yang baik yang patut dicontoh
yakni si bungsu mengakui kesalahannya dan meminta ampun kepada bapanya dan ia
berbalik arah alias bertobat dengan tidak melakukannya lagi.
Lukas 15:17-20a
Anak bungsu menyadari keadaannya,
katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya,
tetapi aku di sini mati kelaparan. Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan
berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa,
aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang
upahan bapa. Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya.
Demikianlah hendaknya kita bersikap
seperti anak bungsu bila kita bersalah atau berdosa kepada Allah.
Sebab kita tahu bahwa Allah kita adalah
Bapa Surgawi yang teramat sangat mengasihi kita manusia dan kita tidak perlu
segan atau takut kepada Bapa Surgawi bila kita mau mengakui dosa kita dan
kembali mengikuti kehendak Bapa Surgawi.
Mazmur 103:8-10
Tuhan adalah penyayang dan pengasih,
panjang sabar dan berlimpah kasih setia. Tidak selalu Ia menuntut, dan tidak
untuk selama-lamanya Ia mendendam.
Tidak dilakukanNya kepada kita setimpal
dengan dosa kita, dan tidak dibalasNya kepada kita setimpal dengan kesalahan
kita.
JADI
Perumpamaan tentang anak yang hilang
ini memberikan banyak pelajaran bagi kita tentang ke 3 sifat dan sikap dari si
ayah/bapa, si anak sulung, dan si anak bungsu di dalam hidup kita.
Jujur saja, ke 3 karakter ini pasti
pernah kita alami di dalam diri kita dan akan bergantung pada seberapa dalam
iman kita yang mempengaruhi ke 3 karakter tersebut; apakah karakter bapa yang
penuh kasih lebih dominan menguasai hidup kita?
REFLEKSI DIRI
Apakah aku telah mengintropeksi diriku;
masih adakah sikap anak sulung yang tidak menyadari kebaikan bapanya ataukah
sikap anak bungsu yang banyak menuntut dan berfoya-foya, di dalam diriku saat
ini?
Apakah aku mau meneladani sikap bapa
yang baik hati dan mau memaafkan kesalahan orang lain?
Salam Kasih,
Surya Darma
============= ☆☆☆ =============
Kalender Liturgi Katolik
Hari Biasa Pekan II Prapaskah
Warna Liturgi : Ungu
Mikha 7:14-15,18-20
Mazmur 103:1-4,9-12
Lukas 15:1-3,11-32
BcO : Keluaran 20:1-17
============= ☆☆☆ =============