Sabtu, 5 Maret 2016
Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia
akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.
(Lukas 18:14b)
Injil hari ini mengisahkan tentang
perumpamaan orang Farisi dengan pemungut cukai.
Yesus memberikan perumpamaan ini
ditujukan kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang
rendah semua orang lain.
Mengapa Yesus mengambil contoh orang
Farisi di dalam perumpamaannya untuk menjelaskan sikap orang yang suka
memandang rendah orang lain?
Ada baiknya kita mencari tahu latar
belakang sejarah orang Farisi supaya kita mendapatkan sedikit gambarannya
kenapa sampai begitu sikap/perilaku orang Farisi yang dikatakan sebagai orang
munafik; yang perbuatannya tidak sesuai dengan yang dikatakannya.
Menurut beberapa literatur rohani yang
membahas tentang orang/kaum Farisi, dikatakan bahwa :
Golongan Farisi semula berasal dari
kelompok Hasidim yang dikenal sebagai kelompok yang menganggap diri mereka
orang beragama yang saleh dimana mereka memisahkan diri dari pergaulan orang
biasa di masyarakat.
Pengaruh mereka mulai nampak semasa
pemerintahan Salome Alexandra sekitar tahun 76-67 SM dan berlanjut ketika
pemerintahan Romawi menguasai daerah Palestina.
Golongan Farisi adalah pemimpin
spiritual Yahudi sejak abad ke 2 SM dan mereka suka memperhatikan hal detail
sebagai pengamat pelaksanaan hukum Taurat sebab mereka berpikir bahwa Allah
mencintai orang yang taat hukum dan menghukum yang tidak patuh.
Pemikiran dasar orang Farisi berakar
pada jaman Ezra dan Nehemia yang membangun kembali Bait Allah setelah masa
pembuangan di Babelonia dan menetapkan peraturan tentang Sabat dan
memberlakukan persembahan persepuluhan serta menetapkan ulang kedudukan hukum
Taurat harus ditaati masyarakat Yahudi.
Pembuangan di Babelonia diyakini akibat
ketidak-taatan mematuhi hukum Taurat sehingga orang Farisi menetapkan hukum
tertulis dan hukum lisan dari tradisi lisan leluhur.
Orang Farisi membentuk sistem hukum
yang di interpretasikan dan ditafsirkan dari hukum Taurat dan harus
dipatuhi.
Mereka belajar pendidikan agama secara
akademis melalui sekolah, seperti Paulus juga belajar akademis tentang hukum
Taurat.
Demikian sekilas tentang profil orang
Farisi yang sebetulnya mereka itu pandai mempelajari secara detail hukum Taurat
dan diantara mereka menjadi ahli Taurat dan imam-imam kepala.
Yesus mengontraskan perbedaan sisi
kerohanian antara orang Farisi dan pemungut cukai namun terlihat jelas sikap
keduanya ini berdoa.
Orang Farisi berdoa dengan keyakinan
dirinya sudah menjalani kewajiban mentaati peraturan hukum Taurat tetapi
mengungguli dirinya lebih rohani dari orang lain dan diungkapkan dalam
doa.
Lukas 18:11-12
Orang Farisi itu berdiri dan berdoa
dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepadaMu, karena aku
tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim,
bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali
seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku.
Apakah sikap berdoa orang Farisi masih
terjadi di jaman sekarang ini?
Entahlah, gimana mau menjawabnya sebab
jika dijawab ya masih ada, maka dikatakan menghakimi orang lain.
Yang jelas, sebaiknya kita bersikap
rendah hati dan tidak merasa diri lebih rohani dibandingkan orang lain.
Kesombongan baik rohani maupun dalam
bentuk keduniawian disebabkan kondisi seseorang yang tidak mampu menguasai
perasaan bangga atas segala kesuksesan yabg diraihnya dan karena memiliki
kuasa, harta, pengaruh jabatan yang membuat dirinya membumbung tinggi dihormati
dan disanjung banyak orang sehingga dengan mudah apa saja dikerjakannya
berhasil dan jarang sekali ditentang orang lain.
Kecenderungan orang bersikap tinggi
hati dan memandang rendah atau juga meremehkan orang lain disebabkan hal
barusan disebutkan diatas.
Orang Farisi kedudukannya sebagai
pemuka agama Yahudi dengan leluasa menetapkan peraturan yang harus ditaati
masyarakat dan siapa yang berani menentangnya, kecuali Yesus.
Sebaliknya orang yang miskin, tidak ada
kelebihan dirinya yang menonjol, sering gagal dan jarang sukses maka biasanya
orang ini minder, menyendiri atau sengaja mengucilkan diri di pojok karena malu
pada dirinya yang tidak sehebat orang lain dan karena tidak mau dirinya yang
serba terbatas dan banyak hal kekurangan di dalam dirinya, merasa akan
dipermalukan di depan umum.
Selanjutnya, kita lihat sikap berdoa
dari pemungut cukai.
Lukas 18:13
Pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh,
bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan
berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.
Orang berdosa yang menyesal atas dosa
yang dilakukannya berlaku seperti yang dilakukan pemungut cukai saat
berdoa.
Sebaliknya ada orang berdosa yang
merasa dirinya tidak berdosa; boro-boro menyesal malah dengan pongah terus
berbuat dosa meski tidak mengakuinya.
Dosa adalah melanggar perintah Allah
atau dengan kata lain mengikuti prinsip kebenaran dunia dan mengabaikan prinsip
kebenaran Allah.
Sesederhana itu definisi dosa tetapi
banyak orang tidak setuju dan merasa kebenaran dirinya sendiri diatas segala
kebenaran orang lain.
Itu sebabnya sering terjadi perdebatan
sengit karena mengklaim kebenaran dirinya adalah yang paling benar termasuk hal
rohani sekalipun.
Kita kembalikan segala argumentasi yang
membenarkan pendapat masing2 kepada kebenaran menurut Firman Tuhan tetapi
terkadang masih juga ada perbedaan menafsirkan Firman Tuhan.
Umat katolik dibatasi penafsiran
Alkitab berdasarkan Magisterium Katolik dan harus tunduk; setuju atau tidak
setuju.
Yesus mengingatkan kepada kita
bahwa
hendaknya kita tidak bersikap tinggi
hati sebab akibatnya kita akan direndahkan dan hal ini tidak berkenan bagi
Allah.
Lukas 18:14
Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang
ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab
barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan
diri, ia akan ditinggikan.
Anehnya, masih saja ada yang tidak mau
menuruti nasehat Yesus dan tetap saja merasa dirinya lebih rohani dari orang
lain dan sebaiknya orang ini renungkan kembali sikapnya dengan berlandaskan
kebenaran Firman Allah.
Amsal 3:5-6
Percayalah kepada Tuhan dengan segenap
hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam
segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.
REFLEKSI DIRI
Apakah aku menguasai diriku tatkala
kesuksesan demi kesuksesan kuraih dan juga sebaliknya tatkala kegagalan demi
kegagalan kualami dalam hidupku?
Salam Kasih,
Surya Darma
============= ☆☆☆ =============
Kalender Liturgi Katolik
Hari Biasa Pekan III Prapaskah
Warna Liturgi : Ungu
Hosea 6 :1-6
Mazmur 51:3-4,19-21
Lukas 18:9-14
BcO : Keluaran 40:16-38
============= ☆☆☆ =============
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan ketik komentar Anda atau mungkin membutuhkan doa dan konseling, ke alamat email saya : surya.pdkk@gmail.com