Jumat, 20 Juli 2018

BELASKASIHAN VS PERATURAN










Jumat, 20 Juli 2018 

YESAYA 38:1-6,21-22,7-8
YESAYA 38:10-12,16 
MATIUS 12:1-8

Matius 12:7 
Jika memang kamu mengerti maksud firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, tentu kamu tidak menghukum orang yang tidak bersalah. 

Bacaan Injil Matius hari ini mengenai perikop murid-murid memetik gandum pada hari Sabat dan ditegur oleh orang-orang Farisi karena menyalahi peraturan hari Sabat; tidak boleh melakukan kegiatan apapun. 

Matius 12:1-2
Pada waktu itu, pada hari Sabat, Yesus berjalan di ladang gandum. karena lapar, murid-murid-Nya memetik bulir gandum dan memakannya. melihat itu, berkatalah orang-orang Farisi kepada-Nya: "Lihatlah, murid-murid-Mu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat." 
Orang-orang Farisi sangat tidak suka kepada Yesus sehingga apa saja yang dilakukan Yesus atau murid-murid / pengikut Yesus ditentang dan pengaruh orang-orang farisi sangat mendominasi kehidupan beragama masyarakat Yahudi saat itu. 

Mereka bersikap munafik; peraturan yang mereka buat hanya untuk orang lain sedangkan diri mereka sendiri tidak berlaku dan hal ini diketahui dan dikecam oleh Yesus. 

Penetapan hari sabat tidak boleh melakukan kegiatan tentu ada maksud 
tertentu supaya masyarakat Yahudi menyediakan hari khusus bagi Tuhan. 

Jaman sekarang ini, setiap akhir pekan kita pergi ke gereja mengikuti misa ekaristi meskipun peraturannya tidak terlalu ketat karena kita masih boleh melakukan kegiatan apa saja. 

Selanjutnya, Yesus mengatakan bahwa :
ayat 7 
yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan tentu kamu tidak menghukum orang yang tidak bersalah. 

artinya :  bukan menjalankan peraturan hari sabat yang menjadi fokus perhatian yang penting melainkan adakah belas kasihan di dalam diri orang-orang yang mentaati peraturan tersebut. 

Ketidak-tahuan orang2 Yahudi mengenai makna dari peraturan hari sabat disebabkan mereka memahami dari sisi komitmen ketaatan saja sedangkan essensi terpentingnya tidak menyentuh sisi terdalam dari makna hari sabat. 

Secara kasat mata mereka terlihat sebagai orang yang berkomitmen pada ketaatan bahkan membanggakan diri sudah mentaati peraturan tetapi sikap hidupnya tidak mencerminkan orang beriman yang berbelas-kasih. 
Patut disayangkan orang-orang Farisi yang seharusnya menjadi teladan bagi masyarakat Yahudi, justru mendudukkan diri sebagai seorang hakim memutuskan apakah sudah mentaati atau tidak mentaati peraturan. 

Lukas 11:39-41
Tuhan berkata kepadanya: kamu orang-orang Farisi, kamu membersihkan bagian luar dari cawan dan pinggan, tetapi bagian dalammu penuh rampasan dan kejahatan.
hai orang-orang bodoh, bukankah Dia yang menjadikan bagian luar, Dia juga yang menjadikan bagian dalam?  akan tetapi, berikanlah isinya sebagai sedekah dan sesungguhnya semuanya akan menjadi bersih bagimu. 
Di jaman sekarang ini juga masih ada orang yang berpandangan seperti orang farisi; yang membanggakan diri sudah berkomitmen mentaati peraturan dan menjadi "hakim" menetapkan orang lain harus wajib dan komitmen untuk taat seperti dirinya

Padahal jika ditelusuri lebih mendalam, komitmen ketaatan dirinya sebatas bagian luarnya, seperti membersihkan cawan di bagian luar tetapi dibagian dalamnya dipenuhi hal-hal yang menguntungkan dirinya. 

Begitu juga dalam hal persembahan; 
apakah itu berbentuk uang (=kolekte) ataukah berbentuk perbuatan nyata 
namun jika masih ada menonjolkan kepentingan diri sendiri, persembahan 
sendiri maka persembahanmu tidak berkenan bagi Tuhan

Dii mata manusia persembahanmu dipuja-puji sebagai seorang dermawan murah hati atau disanjung orang sebagai seorang yang baik hati karena sudah melakukan banyak perbuatan baik. 
Tentu ada yang mengatakan begini : 
kalau begitu apakah orang yang berkomitmen untuk mentaati peraturan 
berarti dia salah atau tidak ada gunanya? 
kalau begitu bisa kacau dong, orang seenaknya saja tidak komitmen dan 
tidak perlu taat kepada ketentuan dan peraturan? 
Jawabannya sederhana saja :
sekali lagi kita mesti ingat perkataan Yesus, yakni :
yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan .... 

Intergeritas seseorang dapat dilihat dari sikap hidupnya yang menggarami dan menerangi orang2 di sekitarnya sehingga orang lain dapat merasakan buah-buah roh dari orang berintergeritas. 

Buah-buah roh (Galatia 5:22-23) :
kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan,
kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. 
Apakah orang lain di sekitarmu merasakan ada kebaikan, ada sukacita, 
ada kelemahlembutan sikapmu, ada kasih dari sikap dan perbuatanmu. 
Jangan sampai keberadaanmu membuat banyak orang tidak merasa nyaman, terjadi perselisihan dan pertengkaran dengan dirimu, atau keberadaan dirimu tidak disukai banyak orang kecuali orang tertentu yang ada pertalian kepentingan tertentu dengan dirimu. Sama seperti orang-orang farisi, keberadaan mereka menimbulkan pertentangan dan pergolakan. 

Maka di satu sisi engkau berkomitmen dan taat tetapi menjadi "hambar". 
Orang lain melihat di sisi yang lain, engkau berbuat begitu karena keuntungan buat dirimu sendiri. 
Sayang sekali, ibaratnya kata pepatah : 
"karena nila setitik, rusak susu sebelanga" 
Seperti orang Farisi yang sarat dengan kepentingan diri sendiri dan kepentingan golongannya sendiri ketika menetapkan peraturan, melakukan suatu perbuatan berdasarkan pertimbangan berguna atau tidak bagi dirinya. 

Kita masih ingat perikop tentang orang Samaria murah hati dari Injil Lukas 10:25-37, dimana ia segera menolong orang yang tergeletak karena dirampok sedangkan seorang imam dan seorang lewi yang lebih dahulu melihat orang tersebut tetapi mereka tidak mau 
menolong (ayat 30-31).

Padahal keduanya sehari-hari berada di Bait Allah bahkan ada kemungkinan imam tersebut baru selesai bertugas di Bait Allah sebab ia turun dari Yerusalem ke Yerikho. 

JADI 
Yang menjadi bahan permenungan kita

Pertama
Memiliki sikap hati yang penuh belas kasihan lebih berkenan bagi Tuhan dari pada banyak melakukan persembahan dan perbuatan tetapi tidak tulus hati atau diboncengi oleh kepentingan diri sendiri. 

Kedua 
Komitment ketaaatan melaksanakan ketentuan dan peraturan adalah baik tetapi bukan yang terutama sebab yang paling penting adalah sikap hati yang mencerminkan buah-buah roh nyata di dalam diri kita. 

Ketiga 
Bersikap bijaksana dalam menyingkapi suatu peristiwa dimana terjadi benturan terhadap peraturan yang berlaku, dengan mengedepankan kepentingan bersama, bukan semata-mata kepentingan sendiri. 

Semoga kita semakin dewasa rohani dan mau dibentuk oleh Tuhan dengan cara melepaskan segala bentuk ego dan kepentingan pribadi. 


Salam Kasih, 
Surya Darma 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan ketik komentar Anda atau mungkin membutuhkan doa dan konseling, ke alamat email saya : surya.pdkk@gmail.com